ANTIPIRETIK
1.Pengertian dan Penanganan Demam
obat antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh.
Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh
Antipyretic (antipiretik) merupakan zat atau yang berhubungan dengan suatu zat atau prosedur yang menurunkan demam. Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh.
Penggunaan Umum : digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai penyebab, penyebab itu dapat berupa infeksi, inflamasi, dan neoplasma.
Kerja obat dan informasi umum :
Antipiretik menurunkan demam dengan mempengaruhi termoregulasi pada SSP dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer.
Kontraindikasi :
Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien – pasien dengan gangguan pendarahan (risiko pendarahan lebih rendah dengan salisilat lainnya). Aspirin dan salisilat lain harus dihindari pada anak-anak dan remaja.
Perhatian :
Gunakan aspirina tau ibuprofen secara hati-hati pada pasien-pasien dengan penyakit ulkus. Hindari pemakaian asetominofen kronik dosis besar.
Interaksi :
Aspirin dosis besar dapat menggeser obat lain yang berikatan kuat dengan protein. Iritasi GI tambahan dengan ibuprofen kronik dosis besar.
Implikasi keperawatan
Pengkajian :
•Kaji demam, catat adanya gejala yang menyertainya (diaforesis, takikardia, dan malaise ).
Diagnosis Keperawatan Potensial :
•Risiko tinggi gangguan suhu tubuh ( indikasi )
•Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien / keluarga)
Implemetasi :
•Pemberian berasma makanan atau antasid dapat menimilkan iritasi GI ( aspirin dan ibuprofen ).
•Tersedia dalam bentuk dosis oral dan rektal dalam kombinasi dengan obat lain.
Penyuluhan pasien / keluarga :
•Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter bila demam tidak berkurang dengan dosis rutin atau bila lebih dari 39,5˚ C atau berlangsung lebih dari 3 hari.
•Center for Disease Control memperingatkan pemberian aspirin pda anak-anak atau remaja yang menderita varicela ( cacat air ) atau penyakit virus serupa influenza karena kemungkinan berhubungan dengan syndrom reye.
Efek Obat Pereda Demam (Antipiretik)
Sebuah penelitian melaporkan relawan dewasa yang secara sukarela diinfeksi virus Rhinovirus dan diterapi dengan aspirin dosis terapetik (dosis yang lazim digunakan dalam pengobatan), lebih cenderung menjadi sakit dibandingkan yang mendapatkan plasebo. Hasil serupa (meski tidak signifikan), dilaporkan dengan penanganan demam menggunakan aspirin dan parasetamol. Lebih lanjut, penggunaan kedua obat ini, ditambah ibuprofen, meningkatkan penyumbatan di hidung (obstruksi nasal) dan menekan respon antibodi Penelitian-penelitian lain belum menunjang temuan ini.
Pada sebuah survei terhadap 147 anak dengan infeksi bakteri, tidak ada perbedaan lama rawat inap pada mereka yang diberi dua atau lebih obat antipiretik, dibandingkan yang menerima satu, atau sama sekali tidak diberi antipiretik.
Sebuah penelitian randomized terhadap anak-anak demam yang diduga akibat virus, menunjukkan parasetamol tidak mengurangi lamanya demam dan tidak menghilangkan gejala-gejala yang terkait. Namun demikian, parasetamol membuat anak sedikit lebih aktif dan lebih bugar.
ANALGESIK
17:30 Posted In Farmakologi Edit This 0 Comments »
Profil Farmakologik
Definisi : Obat yang mengurangi atau mungkin bahkan menghilangkan rasa sakit tanpa diikuti hilangnya kesadaran.
Penggunaan Umum : Kebanyakan agen dalam kelompok ini digunakan untuk mengendalikan nyeri ringan sampai sedang , demam dan berbagai penyakit inflamasi seperti, arthritis reumatoid dan osteo arthritis.
Analgesik-antiperitik terdiri dari beberapa golongan, yaitu;
Salisilat
Salisilat di pasaran dikenal sebagai aspirin. Dalam dosis tinggi, aspirin mempunyai khasiat antiradang sehingga sering digunakan untuk mengobati radang sendi (rematik). Obat ini juga bersifat mengurangi daya ikat sel-sel pembeku darah sehingga penting untuk segera diberikan pada penderita angina (serangan jantung), untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah jantung karena penggumpalan/pembekuan darah. Aspirin dapat menimbulkan nyeri dan perdarahan lambung, karena itu sebaiknya dikonsumsi setelah makan. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan telinga berdenging, tuli, penglihatan kabur, bahkan kematian.
Asetaminofen
Asetaminofen di pasaran dikenal sebagai parasetamol. Obat ini mempunyai khasiat antiradang yang jauh lebih lemah dari aspirin sehingga tidak bisa digunakan untuk mengobati rematik. Asetaminofen tidak merangsang lambung sehingga dapat digunakan oleh penderita sakit lambung. Akan tetapi tidak efektif sebagai agens antiinflamasi.
Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.
Asam-mefenamat
Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping.
Salah satu efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung.
Fenazopiridin
Fenazopiridin hanya digunakan sebagai analgesic saluran kemih.
Metotrimeprazin
Metotrimeprazin adalah fenotiazin dengan sifat analgesic, namun karena hipotensi berlebihan yang ditimbulkannya mengakibatkan agens tidak digunakan secara rutin.
Beberapa golongan dari NSAIA/NSAID beserta derivatnya yaitu:
Salisilat
Aspirin adalah agen antiinflamasi yang tertua, merupakan penghambat prostaglandin yang menurunkan proses inflamasi dan dahulu merupakan agen antiinflamasi yang paling sering dipakai sebalum adanya ibuprofen. Aspirin yang denga dosis tinggi untuk inflamasi menyebabkan rasa tidak enak pada lambung. Pada situasi seperti ini, biasanya digunakan tablet enteric-coated. Aspirin tidak boleh dipakai bersama-sama dengan NSAIA/NSAID karena menurunkan kadar NSAIA/NSAID dalam darah dan efektifitasnya. Aspirin juga dianggap sebagai obat antiplatelet untuk klien dengan gangguan jantung atau pembuluh darah otak.
Asam Paraklorobenzoat
NSAIA/NSAID yang mula-mula diperkenalkan adalah indometacin/indocin, yang digunakan untuk obat rematik, gout, dan osteoartritis. Merupakan penghambat prostaglandin yang kuat. Obat ini berikatan dengan protein 90% dan mengambil alih obat lain yang berikatan dengan protein sehingga dapat menimbullkan toksisitas. Indometacin mempunyai waktu paruh sedang (4-11 jam). Indocin sangat mengiritasi lambung dan harus dimakan sewaktu makan atau bersama-sama makanan. Derivat asam paraklorobenzoat yang lain adalah sulindak (clinoril) dan tolmetin (tolectin), yang dapat menimbulkan penurunan reaksi yang merugikan daripada indometacin. Tolmetin tidak begitu tinggi berikatan dengan protein seperti indometacin dan sulindak dan mempunyai waktu paruh yang singkat. Kelompok NSAIA/NSAID ini dapat menurunkan tekanan darah dan menyebabkan retensi natrium dan air.
Derivat Pirazolon
Kelompok derivat pirazolon tinggi berikatan dengan protein. Fenilbutazon (butazolidin) berikatan 96% dengan protein. Telah dipakai bertahun-tahun untuk obat artritis rematoid dan gout akut. Obat ini mempunyai waktu paruh 50-65 jam sehingga sering timbul reaksi yang merugikan dan akumulasi obat dapat terjadi. Iritasi lambung terjadi pada 10-45% klien. Agen lain: oksifenbutazon (tandearil), aminopirin (dipirin), dipiron (feverall), jarang dipakai kerena reaksi yang ditimbulkannya karena terjadi toksisitas. Reaksi yang paling merugikan dan berbahaya dari kelompok ini adalah diskrasia darah, seperti agranulositosis dan anmeia aplastik. Fenilbutazon hanya boleh dipakai untuk obat artritis dengan keadaan NSAIA/NSAID yang berat dimana NSAIA/NSAID lainnya yang kurang toksik telah digunakan tanpa hasil.
Derivat Asam Propionat
Kelompok ini lebih relatif baru. Obat-obat ini seperti aspirin, tetapi mempunyai efek yang lebih kuat dan lebih sedikit timbul iritasi gastrointestinal—tidak seperti pada aspirin, indometacin, dan fenilbutazon. Diskrasia darah tidak sering terjadi. Agen ini yaitu: fenoprofen kalsium (nalfon), naproksen (naprosyn), suprofen (suprol), ketoprofen (orudis), dan flurbiprofen (ansaid).
Farmakokinetik ibuprofen: diabsorpsi dngan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat-obatan ini mempunyai waktu paruh singkat tetapi tinggi berikatan dengan protein. Jika dipakai bersama-sama obat lain yang tinggi juga berikatan dengan protein, dapat terjadi efek samping berat. Obat ini dimetabolisme dan dieksresi sebagai metabolit inaktif di urin.
Farmakodinamik ibuprofen: menghambat sintesis prostaglandin sehingga efektif dalam meredakan inflamasi dan nyeri. Perlu waktu beberapa hari agar efek antiinflamasinya terlihat. Juga dapat menambah efek koumarin, sulfonamid, banyak dari falosporin, dan fenitoin. Dapat terjadi hipoglikemia jika ibuprofen dipakai bersama insulin atau obat hipoglikemik oral. Juga berisiko terjadi toksisitas jika dipakai bersama-sama penghambat kalsium.
Fenamanat
Untuk keadaan artritis akut dan kronik. Dapat mengiritasi lambung. Klien dengan riwayat tukak peptik jangan menggunakan obat ini. Efek lain: edema, pusing, tinnitus, pruritus. Fenamanat lain: meklofenamanat sodium monohidrat (meclomen), dan asam mefenamat (ponstel).
Oksikam
Piroksikam/feldene adalah NSAIA/NSAID baru. Indikasinya untuk artritis yang lama seperti rematoid dan osteoartritis. Keuntungan utama, waktu paruh panjang sehingga mungkin dipakai satu kali sehari. Menimbulkan masalah lambung seperti tukak dan rasa tidak enak pada epigastrium, tetapi jarang daripada NSAIA/NSAID lain. Oksikam juga tinggi berikatan dengan protein.
Asam fenilasetat
Diklofenak sodium (voltaren), adalah NSAIA/NSAID terbaru yang mempunyai waktu paruh plasmanya 8-12 jam. Efek analgesik dan antiinflamasinya serupa dengan aspirin, tetapi efek antipiretiknya minimal atau tidak sama sekali ada. Indikasi untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan ankilosing spondilitis. Reaksi sama seperti obat-obat NSAIA/NSAID lain. Agen lain: ketorelak/toradol adalah agen antiinflamasi pertama yang mempunyai khasiat analgesik yang lebih kuat daripada yang lain. Dianjurkan untuk nyeri jangka pendek. Untuk nyeri pascabedah, telah terbukti khasiat analgesiknya sama atau lebih dibanding analgesik opioid.
HIPNOTIK SEDATIF = ANTIANSIETAS
17:28 Posted In Farmakologi Edit This 0 Comments »
Golongan obat ini menunjukkan terapi utamanya yaitu untuk menimbulkan sedasi (yang berhubungan dengan ansietas) atau tidur. Golongan ini banyak sekali variasi kimianya. Jadi ini adalah obat yang pengguanaan kliniknya sangat luas dan termasuk obat yang paling banyak diresepkan didunia.
Obat hipnotik dapat menimbulkan rasa ngantuk, memperlama dan mempertahankan keadaan tidur yang sedapat mungkin menyerupai keadaan tidur yang alamiah. Maka pada kasus I, mahasiswa A sebaiknya diberi obat jenis hipnotik sedatif atau antiansietas, golongan benzodiazepine atau barbiturate. Karena ia mengalami kesulitan tidur selama dua malam berturut-turut. Benzodiazepine merupakan obat-obat basa lemah dan sangat efektif saat diabsorbsi di duodenum karena mempunyai pH yang tinggi. Efek setelah diberi obat sejenis hipnotik sedatif adalah mahasiswa A tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi selama masa kerja obat.
Selain menimbulkan rasa kantuk, obat jenis hipnotik sedative juga mempunyai kemampuan untuk menekan transmisi pada sambungan neuromoskuler otot rangka, sehingga relaksasi otot menjadi lebih mudah dan merelaksasi otot volunteer yang berkontraksi pada penyakit sendi atau spasme otot. Jadi, rasa nyeri saat mahasiswa A menggerakan kaki dan tangan yang terluka bisa berkurang. Semua efek tersebut tergantung pada jenis obat, dosis, serta frekuensi pemberian.
ANTIDEPRESAN
Obat jenis antidepresan mempunyai kemampuan untuk episode depresi mayor, yaitu tidak atas beratnya penyakit tapi berdasarkan kualitas, misalnya gangguan utama pada ritme tubuh seperti tidur, lapar dan nafsu, keinginan seksual , serta aktivitas motorik.
Maka pada kasus II, sebaiknya Tuan L diberi obat jenis antidepresan, karena ia mengalami depresi, penyebabnya ialah stress yang dikarenakan beberapa bulan ia bermasalah dalam ereksi (kemungkinan dikarenakan usianya yang sudah 52 tahun sehingga rangsang terhadap keinginan melakukan hubungan seksual berkurang). Masalah ini menjadi penyebab utama ia mengalami gangguan tidur. Jenis anti depresan yang paling tepat untuk tuan L adalah golongan trisiklik yaitu amitriptilin dengan dosis harian 75-200 mg karena mempunyai kemampuan yang lebih sedatif. Sedatif ialah kemampuan untuk mengurangi kecemasan.
Anti virus (antiviral)
17:34 Posted In Farmakologi Edit This 0 Comments »
Virus (dalam bahasa latin dan sanskerta : visham = racun) merupakan mikro-organisme hidup yang terkecil , dengan ukuran 20 dan 300 mikron. Di luar tubuh manusia kerap kali virus berbentuk seperti kristal tanpa tanda hidup, sangat ulet yaitu tahan asam dan basa,serta tahan suhu-suhu rendah dan tinngi sekali. Baru jika keadaan sekitarnya baik, seperti dalam tubuh manusia atau hewan, kristal tersebut bernyawa kembali dan memperbanyak diri.
Pengembangan anti virus baik sebagai pencegahan maupun terapi belum dapat mencapai hasil yang diinginkan , karena obat anti virus selaian menghambat dan membunuh virus, juga merusak sel-sel hospes dimana virus berada.
Sejumlah obat anti virus sudah banyak dikembangkan tetapi hasilnya belum memadai karena toksisitasnya sangat tinggi. Hanya beberapa anti virus yang saat ini digunakan, antara lain idoksuridin pada penggunaan topical dan herpes simplex congjutivitis serta asiklovir.
Asiklovir
Obat ini berkhasiat terhadap herpes simplex dam herpes zoster, tanpa mengganggu fisiologi sel-sel tuan rumah. Aktivitasnya jauh lebih kuat dibandingkan virus statistika lain. Asiklovir aktif terhadap virus herpes tetapi tidak bisa memusnahkanaya dan hanya efektif bila digunakan pada awal penyakit. Penggunaan asiklovir meliputi pengobatan sistemik dan topical, termasuk herpes genitalis. Asiklovir dapat merupakan obat penyelamat bagi pasien herpes simplex. Efek samping pada penggunaan parenteral adalah tromboflebitis di tempat suntik, kaang-ladang mual,muntah, tremor dan kekacauan. Secara local terjadi rasa nyeri dan terbakar. Tidak bersifat karsinogen dan karsinogenik.
Idoksuridin (IDEU)
Berkhasiat virus static terhadap sejumlah virus kelompok DNA. Memiliki efek samping yang sangat toksis bagi hospes maka hanya digunakan secara local sebagai salep dan tetes mata.
ANTIDEPRESAN
17:36 Posted In Farmakologi Edit This 0 Comments »
Jenis antidepresan adalah antidepresan trisiklik (ATS), inhibitor monoamine oksidase (MAOI), inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI), dan sekelompok antidepresan lain yang tidak termasuk tiga kelas pertama (Tabel dibawah). Indikasi klinis utama untuk penggunaan antidepresan adalah penyakit depresif mayor. Obat ini juga berguna dalam pengobatan gangguan panik, gangguan ansietas lainnya dan enuresis pada anak-anak. Berbagai riset terdahulu menunjukkan bahwa obat ini berguna untuk mengatasi gangguan defisit perhatian pada anak-anak dan bulimia serta narkolepsi.
Antidepresan Trisiklik
Mekanisme kerja ATS tampaknya mengatur penggunaan neurotransmiter norepinefrin dan serotonin pada otak. Manfaat Klinis dengan riwayat jantung yang dapat diterima dan gambaran EKG dalam batas normal, terutama bagi individu di atas usia 40 tahun, ATS aman dan efektif dalam pengobatan penyakit depresif akut dan jangka panjang. Reaksi yang merugikan dan pertimbangan keperawatanPerawat harus mampu mengetahui efek samping umum dari anti depresan dan mewaspadai efek toksik serta pengobatannya. Obat ini menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan kondisi ini adalah efek samping jangka pendek dan biasa terjadi serta dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis obat. Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma
Antibiotik
17:37 Posted In Farmakologi Edit This 0 Comments »
Antibiotik ditemukan oleh Alexander Flemming pada tahun 1929 dan digunakan untuk membunuh bakteri secara langsung atau melemahkan bakteri sehingga kemudian dapat dibunuh dengan sistem kekebalan tubuh kita. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Mekanisme Kerja Antbiotik
1.Menghambat metabolisme sel, seperti sulfonamid dan trimetoprim.
2.Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukkan dinding sel tidak sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya sel akan pecah seperti penicillin, vankomisin, dan sefalosporin.
3.Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel dikacaukan pembentukkannya hingga bersifat permeabel akibatnya zat-zat penting dari isi sel keluar, seperti polimiksin.
4.Menghambat sintesa protein sel dengan melekatkan diri ke ribosom akibatnya sel terbentuknya tidak sempurna, seperti tetrasiklin, kloramfenikol, streptomisin, dan aminoglikosida.
5.Menghambat pembentukkan asam-asam inti (DNA dan RNA) akibatnya sel tidak dapat berkembang, seperti rifampisin.
Penggolongan antibiotik berdasarkan aktivitasnya dibagi menjadi dua yaitu :
1. Zat-zat dengan aktivitas sempit (narrow spectrum), berguna untuk membunuh jenis-jenis bakteri secara spesifik, seperti ampicillin dan amoxycilin (augmentin, surpas, bactrim, septrim).
2. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spectrum), membunuh semua jenis bakteri didalam tubuh. Dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi Antibiotik jenis ini karena akan membunuh jenis bakteri lainnya yang sangat berguna untuk tubuh kita. Antibiotik yang termasuk kategori ini adalah cephalosporin (cefspan, cefat, keflex, velosef, duricef,dll).
Kelompok Antibiotik
1. Sulfonamid
•Aktivitas : spektrum antibakteri luas baik gram positif (+) maupun gram negatif (-) yg peka, contoh : Pyogenes, E.coli, B. anthracis, v. cholerae, C. trachomatis, C. diphteriae,
•Bersifat bakteriostatik, yaitu hanya menghentikan pertumbuhan mikroorganisme,
•Mekanisme kerja : antagonisme kompetitif PABA (para amino benzoid acid),
•Sediaan : oral, parenteral, topical,
•Efek samping : reaksi alergi, agranulositosis, trombositopeni, gangguan saluran kemih.
2. Kotrimoksazole
•Merupakan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol,
•Spektrum antibakteri luas, contohnya : S. aureus, Str. Pneumoniae, N. meningitis,
E. coli,
•Mekanisme kerja : sulfonamid menghambat masuknya PABA ke molekul asam folat, trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat,
•Sediaan : tablet, suspensi, tablet pediatric,
•Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi gonokokal akut, shigellosis.
3. Penisilin
•Mekanisme kerja : menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel bakteri,
•Resistensi terhadap penisilin disebabkan diproduksinya enzim penisilinase oleh mikroorganisme,
•Efek samping : iritasi lokal, mual, muntah, diare, syok anafilaktik,
•Indikasi : infeksi pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, meningokokus, gonokokus, salmonela, difteria.
Sefalosporin
•Mekanisme kerja : menghambat sintesis dinding sel mikroba
•Aktif terhadap bakteri gram (+) dan gram (-), tetapi masing-masing derivat bervariasi
•Efek samping : reaksi alergi
•Sefalosporin hanya digunakan untuk infeksi yang berat atau tidak dapat diobati dengan antimikroba yang lain.
5. Tetrasiklin
•Spektrum : luas, baik gram (+) atau gram (-), aerob, anaerob, spirochaeta, klamiidia, riketsia,
•Derivat : tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin, rolitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, limesiklin,
•Indikasi : infeksi klamidia, riketsia, mikoplasma, gonore, kokus, kollera,
•Efek samping : reaksi kepekaan, toksik dan iritatif,
•Sediaan : tablet, kapsul, sirup, salep, pulveres.
6. Kloramfenikol
•Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein kuman
•Sifat : bakteriostatik
•Spektrum antibakteri luas
•Indikasi : demam tifoid, meningitis purulenta, riketsiosis, kuman anaerob
•Efek samping : depresi sumsum tulang, alergi, reaksi sal.cerna, sindrom Gray, reaksi neurologik.
7.Aminoglikosid
•Efektif untuk bakteri gram (–)
•Mekanisme kerja : menghambat sintesis sel bakteri
•Sifat : bakterisidal, yaitu dapat mematikan mikroorganisme
•Efek samping : alergi, iritasi, ototoksik, nefrotoksik
•Jenis : streptomisin, gentamisin, kanamisin, neomisin, amikasin,tobramisin, paromomisin
•Indikasi : bakteri gram (-), Pseudomonas.
8.Golongan makrolida
Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Aktif secara in vitro terhadap kuman-kuman Gram positif, Gram negatif, mikoplasma, klamidia, riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai alternatif penisilin, eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk infeksi pneumonia atipik (disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae) dan penyakit Legionnaires (disebabkan Legionella pneumophilla) termasuk dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin, josamisin, rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin.
9. Golongan linkosamid.
Termasuk di sini adalah linkomisin dan klindamisin, aktif terhadap kuman Gram positif termasuk stafilokokus yang resisten terhadap penisilin, aktif terhadap kuman anaerob, misalnya bakteroides.
10. Golongan polipeptida.
Antibiotika golongan ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E. Merupakan kelompok antibiotika yang terdiri dari rangkaian polipeptida dan secara selektif aktif terhadap kuman Gram negatif, misalnya psedudomonas maupun kuman-kuman koliform yang lain. Toksisitas polimiksin membatasi pemakaiannya, terutama dalam bentuk neurotoksisitas dan nefrotoksisitas.
11.Golongan kuinolon
Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai populer dengan spektrum antikuman yang luas terutama untuk kuman-kuman Gram negatif dan Gram positif, enterobakteriaceae dan pseudomonas. Terutama dipakai untuk infeksi-infeksi nosokomial. Termasuk di sini adalah asam nalidiksat, norfloksasin, ofloksasin, dan pefloksasin.
NYERI NOSISEPTIF
17:41 Posted In Anatomi dan Fisiologi Edit This 0 Comments »
Nyeri dikatakan sebagai salah satu tanda alami dari suatu penyakit yang paling pertama muncul dan menjadi gejala yang paling dominan diantara pengalaman sensorik lain yang dinilai oleh manusia pada suatu penyakit. Nyeri sendiri dapat diartikan sebagai suatu pengalaman sensorik yang tidak mengenakkan yang berhubungan dengan suatu kerusakan jaringan atau hanya berupa potensi kerusakan jaringan.
(1)
Walaupun ketidaknyamanan dari suatu nyeri, nyeri dapat diterima oleh seorang penderitanya sebagai suatu mekanisme untuk menghindari keadaan yang berbahaya, mencegah kerusakan lebih jauh, dan untuk mendorong proses suatu penyembuhan. Nyeri membuat kita menjauhkan diri dari hal berbahaya yang dapat menyebabkan stimulus noksius yaitu akar dari suatu nyeri. (2)
Nyeri sendiri menurut patofisiologinya dapat dibagi atas 4, yaitu
a. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor
b. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf.
c. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologik tidak dapat ditemukan
d. Nyeri psikologik, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari (3)
Walaupun perbedaan antara nyeri secara umum dan nosisepsi telah diketahui orang yang mendalami ilmu nyeri, penulis penelitian terkadang masih menganggap nyeri sebagai sinonim dari nosisepsi. Nosisepsi mengandung pengertian deteksi dari kerusakan jaringan oleh aktivasi nosiseptor dan transmisi sinyalnya ke dalam sistem saraf, sedangkan nyeri secara umum merupakan suatu fenomena yang kompleks berupa pengalaman tidak nyaman yang berhubungan dengan trauma jaringan. Nosisepsi terjadi tanpa disadari begitu terpapar oleh stimulus sedangkan timbulnya nyeri tidak pernah lepas dari kesadaran yang mempunyai manifestasi sensorik, emosional, dan kognitif. (3)
Dalam refarat ini akan lebih dijelaskan tentang mekanisme dari nyeri nosiseptif dan bagaimana memberikan penatalaksanaan yang tepat untuk meringankan atau menghilangkannya
DEFINISI
Nyeri nosiseptif merupakan suatu nyeri yang ditimbulkan oleh suatu rangsangan pada nosiseptor. Nosiseptor ini merupakan suatu ujung saraf bebas yang berakhir pada kulit untuk mendeteksi suatu nyeri kulit. Nosiseptor juga terdapat pada tendon dan sendi, untuk mendeteksi nyeri somatik dan pada organ tubuh untuk mendeteksi nyeri visceral. Reseptor nyeri ini sangat banyak pada kulit, sehingga suatu stimulus yang menyebabkan nyeri sangat mudah dideteksi dan dilokalisasi tempat rangsangan tersebut terjadi pada kulit. Input noksius ditransmisikan ke korda spinalis dari berbagai ujung saraf bebas pada kulit, otot, sendi, dura, dan viscera. (3,4,5,6)
KOMPONEN NYERI NOSISEPTIF
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri nosiseptif, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri tersebut ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologinya, maka nyeri nosiseptif dibagi atas 4 tahapan yaitu :
Transduksi : Stimulus noksius yang kemudian ditransformasikan menjadi impuls berupa suatu aktifitas elektrik pada ujung bebas saraf sensorik.
Transmisi : Propagasi atau perambatan dari impuls tersebut pada sistem saraf sensorik
Modulasi : Proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan input nyeri yang masuk di kornu posterior medula spinalis
Persepsi: Adanya interaksi antara transduksi, transmisi, dan modulasi yang kemudian membentuk suatu pengalaman emosional yang subjektif. (7)
TRANSDUKSI
Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.
Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2. (7)
Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-δ dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius. (3)
Serabut A-δ merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1- 3 mm dan diliputi oleh selaput mielin yang tipis. Kecepatan transimisi impuls pada serabut A-δ adalah sekitar 20m/s. Seperti serabut sensorik lainnya, serabut A-δ merupakan perpanjangan dari pesudounipolar neuron dimana tubuh selnya berlokasi pada akar ganglion dorsal. (4)
Sedangkan serabut C merupakan suatu serabut saraf dengan tebal 1 mm dan tidak memiliki mielin. Karena serabut ini sangat tipis dan karena tidak memiliki mielin yang mempercepat transmisi saraf, kecepatan konduksi rendah, dan suatu rangsang berespon dengan kecepatan 1m/s. (4)
Serabut A-δ dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan transmisinya namun mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi suatu stimulus. Serabut A-δ mentransimsisikan nyeri tajam dan tusukan. dan serabut C menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu, dan tekanan halus. Walaupun dengan adanya perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur yang sama dalam menghantarkan stimulus yang terdeteksi. Rute dari impuls saraf ini biasanya disebut dengan ”jalur nyeri”. (8, 9)
Selain dari peran serabut A-δ dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui synaps (4)
TRANSMISI
Disini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.
Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk ”nyeri cepat – spontan” dan traktus paleospinothalamic untuk ”nyeri lambat”. (9)
Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A-δ dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores. (9)
Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke lamina II dan III dari cornu dorsalis yang dikenal dengan substantia gelatinosa. Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada kornu dorsalis, bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat, menyebrangi sisi berlawanan via commisura alba anterior dan naik ke aras melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudian berakhir dalam batang otak, dengan sepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang lainnya pada medulla, pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum mesencephalon. (9)
Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic. (9)
Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke thalamus. (3)
2 komentar:
Artikel yang mudah dibaca dan dimengerti, sangat membantu. Mohon dicantumkan referensi pustaka yang dipakai. Terima kasih.
Hey i am suuper boy
Posting Komentar